TEMPO.CO, Jakarta - Ada yang berbeda dalam rapat harmonisasi Rancangan Undang-undang di Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa kemarin, 17 November 2020 lalu. Saat itu, Muhammad Nasir Djamil mengawali pandangannya terkait RUU Larangan Minuman Beralkohol dengan membaca sebuah pantun.
"Jalan-jalan ke Semarang. Jangan lupa beli lumpia. Jauhi alkohol mulai sekarang. Untuk kehidupan yang mulia," ujar Nasir yang merupakan legislator asal Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) tersebut.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengaku membaca pantun agar bisa memecahkan suasana di gedung parlemen. "Supaya kita jangan mabuk di ruangan ini," kata dia.
Sontak suasana menjadi ramai dengan suara tawa para anggota dewan. Ada juga politikus yang menimpali pantun itu dengan ucapan, "Cakeeeep."
Dalam kesempatan itu, Nasir kemudian menceritakan kunjungannya bersama anggota DPR ke Tunisia beberapa waktu lalu. Di sana, Nasir menyebut dirinya datang ke sebuah tempat wisata yang sangat ramai, tapi tidak menyediakan atau mengizinkan jual beli minuman alkohol.
Ia lalu menanyakan pemandangan yang tak biasa itu ke salah satu staf KBRI. Staf tersebut kemudian menerangkan bahwa salah satu bangsawan Arab Saudi membantu pengembangan lokasi wisata tersebut. Syaratnya, di lokasi wisata itu sama sekali tidak ada jual beli dan penyediaan minuman beralkohol untuk wisatawan.
Pengalaman ini yang jadi mendorong Nasir untuk kemudian mendukung RUU ini. "Oleh karena itu, marilah kita mulai mengatur minuman beralkohol, di level nasional," kata dia.
Sebelumnya, Baleg DPR telah menerima surat yang ditandatangani oleh 21 orang pengusul dari tiga fraksi, yaitu Fraksi PPP, Fraksi PKS, dan Fraksi Gerindra tanggal 24 Februari 2020. Surat berisi permohonan harmonisasi RUU tersebut.
Sontak muncul berbagai kritik di seantero Tanah Air terkait RUU ini. Bertubi-tubi kritik datang dari organisasi masyarakat sipil hingga produsen minuman beralkohol.